Penggunaan nanoteknologi semakin banyak digunakan untuk produk-produk kebutuhan masyarakat Indonesia. Teknologi itu banyak digunakan dalam pembuatan komputer, produk elektronik, kosmetik, pupuk, polimer, sumplemen, hingga ramuan herbal. Untuk diketahui, nanoteknologi adalah satu ilmu atau teknologi yang mempelajari obyek yang ukurannya sangat kecil (sepersemiliar meter), kemudian dilakukan manipulasi-manipulasi untuk menghasilkan benda-benda baru yang menjadi karakter khusus seperti yang diinginkan. Sederhananya, nanoteknologi merupakan lompatan teknologi untuk merekayasa benda-benda baru dari benda-benda yang sudah ada.

Menurut Nurul Taufiqu Rochman, salah satu kandidat penerima Penghargaan Bacharuddin Jusuf Habibie Technology Award (BJHTA) 2014 dari LIPI, perkembangan nanoteknologi di Indonesia cukup masif. Apalagi sekarang masing-masing peneliti dari berbagai bidang seperti di LIPI, BPPT, BATAN, beberapa Kementerian, dan teman-teman dari universitas, UI IPB ITB ITS UGM, sudah cukup masif melakukan penelitian di bidang nanoteknologi. “Pada tahun 2008 lalu, Kementerian Perindustrian telah membuat roadmap tentang nanoteknologi untuk dunia industri. Sementara, Kementerian Pertanian juga akan meluncurkan konsorsium di tahun ini mengenai nanoteknologi untuk agroindustri.

Sehingga saat ini sudah mulai terasa hasil-hasil riset nanoteknologi karena sudah mulai dilirik oleh dunia industri. Bahkan, ada beberapa perusahaan yang sudah memanfaatkan dengan bentuk kemitraan dalam menggunakan hasil-hasil riset dari nanoteknologi,” kata Nurul. Pria yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Inovasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini menuturkan ada beberapa kategori dari produk-produk yang menggunakan nanoteknologi, seperti industri pangan, industri kimia, industri keramik, dan industri pertanian. Untuk di bidang pangan lebih kepada efisiensi kinerja dari sebuah zat aktif yang ada pada obat-obat herbal, makanan suplemen, atau pangan fungsional. “Dengan adanya nanoteknologi maka akan menciptakan efisiensi dan menciptakan nilai tambah lagi pada sebuah benda. Jadi, yang perlu dilakukan saat ini adalah mengintegrasikan pengetahuan nanoteknologi antara petani-petani dengan pusat riset milik peneliti,” tuturnya.

Nurul juga menyampaikan, sebenarnya perkembangan nanoteknologi sudah cukup lama. Sejak Masyarakat Nano Indonesia (MNI) didirikan pada tahun 2005, sudah dibuat roadmap perkembangan nanoteknologi di Indonesia dengan mengidentifikasi penerapan nanoteknologi dan diperlukan akselerasi untuk memajukannya. Lalu, pada tahun 2006, Kementerian Riset dan Teknologi sudah mulai menyusun agenda White Book yang menjadikan nano teknologi sebagai agenda riset nasional. Kemudian tahun 2008, secara masif kementerian-kementerian melakukan survei industri-industri nasional di Indonesia yang sudah menggunakan nanoteknologi.

“Hasilnya dari survei itu tidak terduga, 35 persen industri di Indonesia sudah menerapkan nanoteknologi. Dan, di tahun ini sudah muncul produk-produk nanoteknologi yang dihasilkan dari riset-riset yang sudah dilakukan oleh peneliti, salah satunya nano beras untuk menghaluskan kulit dengan alami,” jelas Nurul. Nurul berharap, dari penggunaan nanoteknologi yang semakin masif di Indonesia, maka kalangan peneliti dan akademisi sangat berharap ada payung hukum yang mengarahkan nanoteknologi sebagai isu nasional dalam upaya meningkatkan daya saing industri nasional. “Yaitu mengembangkan bahan baku lokal yang diberi nilai tambah untuk meningkatkan daya saing industri nasional,” tutupnya. (Source: BPPT: Nanoteknologi untuk Tingkatkan Nilai Tambah Produk Industri)

Sumber : http://lipi.go.id